Jumat, 15 Juni 2012

gagasan mengenai HAM menjadi bagian dari kesalahan masyarakat luas di sebagian besar kawasan dunia.


BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan tentang  hak kodrati atau hak asasi manusia memang sudah kaprah di kalangan  filsuf dan ahli hukum, namun baru pada beberapa dekade belakangan inilah gagasan mengenai HAM menjadi bagian dari kesalahan masyarakat luas di sebagian  besar kawasan dunia. Pelanggaran terhadap HAM kini acap kali diakui serta dilaporkan dengan sendirinya, dan masyarakat mulai memiliki sejumlah kategori pertimbangan dan penilaian baru.
Pelanggaran terhadap HAM semakin meresahkan masyarakat karena saat ini anak-anak juga seringkali menjadi korban kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat dapat merusak masa depan anak-anak sebagai pemilik masa depan bangsa.
Kekerasan terhadap anak dapat berupa kekerasan fisik maupun psikis.

A.    Latar Belakang

Di negara tetangga kita, Malaysia sejak 1985 rumah sakit Kuala Lumpur mendata kasus-kasus child abouse dan terbukti terdapat ratusan kasus kekerasan fisik, seksual hingga penelantaran. Setiap tahun selalu ada anak yang mati akibat kekerasan orang dewasa, termasuk oleh keluarganya sendiri. Puncaknya adalah kematian Balasundram pada tahun 1989 yang amat mengguncang Malaysia. Dua tahun kemudian Malaysia mengesahkan Undang-undang Perlindungan Anak yang antara lain mewajibkan setiap dokter untuk melaporkan kepada polisi jika ditemukan kasus child abouse yang diketahui.
Di Philipina tahun 1992 Presiden Corazon Aquino menandatangani Undang-undang No. 7610 tentang Perlindungan Khusus untuk anak-anak dari perlakuan salah, eksploitasi dan diskriminasi. Pencetusnya antara lain adalah skandal kematian bocah penjaja seks berusia 11 tahun Rosario Baluyot tahun 1987 dan terbongkarnya jaringan pedofilia internasional di kota Pagsanjan tahun 1989.
Di Indonesia RUU Perlindungan Anak sudah menempati rangkin 5 untuk dibahas di DPR. Semoga bangsa kita tak harus menunggu lebih banyak lagi anak-anak yang jadi korban, seperti Arie Hanggara (1984), Tata (1998), Rani (1999) atau Aprihartini (5 tahun) yang dianiaya ayah tiri di Tangerang (2002).

B.     Maksud dan Tujuan

         Ada beberapa maksud dan tujuan daripada penyusunan makalah ini yang berkaitan dengan anak sebagai pemilik masa depan bangsa diantaranya:
1.      Menjabarkan berbagai tindakan kekerasan terhadap anak yang sesungguhnya dalam hal ini dipandang dari semua aspek lingkungan terutama keluarga yang merupakan ruang awal pertumbuhan jiwa anak.
2.      Pelaksanaan pencegahan kekerasan terhadap anak dalam rangka menumbuhkan kepribadian anak yang mantap
3.      Peran aktif yang dapat diberikan oleh semua lapisan masyarakat terutama keluarga dalam rangka mewujudkan pelaksanaan anti kekerasan terhadap anak.
          Maksud dan tujuan yang tersebut di atas merupakan tujuan yang dinilai secara garis besar (global) dan tentunya masih dapat dijabarkan lagi dalam tujuan yang lebih meluas.

C.    Batasan Masalah

         Agar di dalam penyampaiannya, makalah ini nantinya dapat mengarah kepada tema ataupun judul yang telah ditentukan, maka dalam hal ini saya sebagai penyusun memberikan batasan-batasan masalah yang disusun dalam bentuk susunan pertanyaan yang berkaitan dengan tema ataupun judul yang telah disebutkan. Adapun batasan-batasan tersebut antara lain:
1.      Apa yang menjadi wujud permasalahan kekerasan pada anak?
2.      Anak sebagai pemilik masa depan bangsa, seringkali dididik oleh orang dewasa dengan terlampau keras sehingga menimbulkan Child Abuse yang akibatnya dapat mengguncang jiwa anak. Bagaimana bentuk dan jenis Child Abuse tersebut?
3.      Bagaimana campur tangan pemerintah dalam melindungi hak anak?
4.      Peranan keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Bagaimana sikap yang seharusnya dimiliki oleh orang tua untuk mewujudkan rasa sayangnya terhadap anak?





















BAB II

PERMASALAHAN  KEKERASAN PADA ANAK


Kekerasan pada anak atau lebih dikenal child abuse secara garis besar berupa Physical Abuse, Nutritional Abuse, Sexual Abuse, Drug Abuse, Emotional Abuse dan Medical care neglecet. Dari 6 jenis tindak kekerasan itu yang paling sering ditemui dan mudah dipantau adalah Physical Abuse, yaitu meliputi 70% dari Child Abuse.
Kekerasan pada anak yang tentu saja melanggar hak-hak anak dapat terjadi dimana saja, di sekolah, di jalan, di lingkungan kerja ataupun dalam rumah tangga atau lingkungan keluarga. di sekolah Bapak atau Ibu guru tak jarang menghukum siswa-siswi yang dianggap melanggar dengan hukuman yang tidak mendidik hanya memuaskan emosi sang guru berupa balas dendam. Murid datang terlambat, atau tidak mengerjakan PR atau bajunya tidak berseragam, atau bikin onar di sekolah dan sebagainya dihukum yang tidak sesuai untuk anak yang sedang tumbuh dan masa belajar. Dipukul kepalanya dengan benda keras sampai berdarah, disuruh lari mengelilingi lapangan hingga pingsan atau hal-hal lain yang tidak manusiawi apalagi bernilai pendidikan.
Dirumah, orang tua, kakak atau famili yang lebih dewasa bisa melakukan kekerasan terhadap anak. Memberi tugas anak yang terlampau berat, mengancam tidak memberi makan atau jatah makan dikurangi, melarang bersekolah, membuat malu dihadapan teman-teman atau memukuli hingga berdarah anak-anak yang membuat kesalahan. Rumah semestinya menjadi tempat berlindung yang aman, ternyata bisa menjadi penjara atau neraka bagi anak-anak. Hak-hak dilanggar dan anak akan terganggu proses eprtumbuhan fisik dan perkembangan jiwanya.
Dampak dari eprlakuan secara ekras fisik terhadap anak biasanya berupa luka memar, luka simtris diwajah, punggung, pantat dan tungkai. Luka memar pada penganiayaan anak sering membentuk gambaran benda atau alat yang dipakai untuk menganiayanya, misalnya telapak tangan, gesper sabuk, kabel, selang atau tali. Dan pendarahan pada retina mata balita kemungkinan akibat diguncang-guncang. Penganiayaan pada anak yang bersifat kronis dan berlangsung sejak usia dini berhubungan erat dengan timbulnya gejala disosiasi termasuk amnesia terhadap ingatan-ingatan yang berkaitan dengan penganiayaan. Pengalaman traumatik itu akan terekam terus dalam ingatan dan anak tumbuh dengan jiwa yang luka.
Penyebab tindak kekerasan pada anak:
1.      Orang tua yang dulunya dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut pada anak-anaknya
2.      Kehidupan yang penuh stress dan kemiskinan,
3.      Iolasi sosial, lingkungan yang mengalami krises ekonomi, tidak bekerja menjadikan keluarga rentan terhadap perilaku child absue.
4.      Gangguan mental pada orang tua, psikotik atau gila
5.      Orang tua yang agresif dan implsif
6.      Orang tua muda
7.      Gangguan dalam perkawinan seperti perceraian dan menjadi orang tua tunggal (single parent)
8.      Konflik dalam keluarga dan meminta korban anak-anak
9.      Kecanduan obat atau alcohol
10.  Pendidikan rendah dan wawasan sempit
Di luar negeri, pengadilan bisa memberikan ancaman terhadap orang tua yang melakukan tindak kekerasan pada anak atau benar-benar memindahkan/mengambil anak dari orang tuanya untuk dipindahkan pada rumah perlindungan pengasuhan (foster home). Tetapi belakangan ini penanganan kasus-kasus penganiayaan anak adalah bekerjasama dengan unit keluarga untuk menciptakan lingkungan keluarga yang sehat. Bantuan diberikan dalam bentuk kunjungan rumah dari perawat, pengatur rumah tangga, konsultan keluarga dalam bidang padiatri, psikiatri, pekerja sosial dan hukum. Dari seminar tentang child abuse di Yogyakarta tahun 1999, merekomendasikan upaya penanganan kekerasan terhadap anak perlu dilakukan kerjasama berbagai pihak dengan melibatkan; Departemen P & K, Departemen Sosial, Departemen Agama, Departemen Kesehatan, Perguruan Tinggi Kepolisian, Media Massa, sekolah-sekolah, orang tua dan LSM (termasuk LPA), dan perans erta masyarakat agar berhasil dengan baik.


























BAB III

JENIS DAN BENTUK CHILD ABUSE

Menurut Ibu dr. Lestari Basuki, mantan pengurus LPA Jatim dan Psikiater anak  RS. Dr. Soetomo Surabaya ada 6 (enam) jenis Child Abuse yaitu:
1.      Physical abuse (kekerasan terhadap fisik anak)
2.      Nutrional abuse (kekerasan yang berkatan dengan kebutuhan makanan)
3.      Sexual abuse (kekerasan secara sexual: pencabulan, perkosaan)
4.      Drug abuse (kekerasan yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat)
5.      Emosional abuse (kekerasan secara emosi/psikis: dibentak, dimarahi)
6.      Medical care abuse (kekerasan yang berkaitan dengan perawatan kesehatan misalnya sakit tidak diobati atau ala kadarnya/tidak optimal)
Dari keenam jenis itu yang terbanyak terjadi adalah physical abuse yakni meliputi 70%. Dari seluruh kasus physical abuse, menurut Ibu Lestari diperkirakan 5% korban sampai terbunuh dan 30% korban mengalami cidera serius.
Adapun bentuk-bentuk physical abuse, menurut hasil penelitian Bapak Heddy Sri Ahimsa-Putra di 6 (enam) kota yaitu: Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Kampung ditemukan 37 bentuk kekerasan fisik. Kekerasan fisik terhadap anak itu meliputi bentuk-bentuk berikut ini:
1.      Dicekoki
2.      Dijewer
3.      Dijejali
4.      Dijambak
5.      Disentil
6.      Dijitak
7.      Digigit
8.      Dicekik
9.      Direndam
10.  Disiram
11.  Diikat
12.  Didorong
13.  Dicubit
14.  Dilempar
15.  Diseret
16.  Ditempeleng
17.  Dipukul
18.  Disabet
19.  Digebuk
20.  Ditendang
21.  Diinjak
22.  Dibanting
23.  Dibenturkan
24.  Disilet
25.  Disuruh jalan dengan lutur
26.  Ditusuk
27.  Dibacok
28.  Dipanah
29.  Disudut
30.  Disetrika
31.  Disetrum
32.  Ditembak
33.  Berkelahi
34.  Dikeroyok
35.  Disuruh Push Up
36.  Disuruh Lari
37.  Disuruh squash jump

Begitu banyak bentuk-bentuk kekerasan yang pernah menimpa anak-anak, dan diperkirakan masih ada bentuk-bentuk lain lagi. misalnya: menurut pengakuan, pengalaman atau pengamatan teman dan di media massa ada bentuk-bentuk abuse lain disamping yang telah disebutkan di atas, misalnya:
1.      Disuruh berdiri, baik dengan dua kaki atau satu kaki (kaki lainnya diangkat).
2.      Dijemur di terik matahari dengan melepas baju
3.      Disuruh makan garam / lombok / asam sebanyaknya
4.      Dikasih sambal mulut dan atau hidungnya
5.      Digantung dengan posisi kaki di atas kepala di bawah
6.      Dan sebagainya
Semoga bentuk-bentuk kekerasan pada anak kian berkurang hingga lenyap di atas bumi. Anak-anak harus dikasih sayangi. Anak sebagai buah hati, pemilik masa depan dan amanah dari Tuhan harus terlindung dari kekerasan dan mendapatkan hak-haknya.










BAB IV

KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ANAK

Pemerintah dinilai kurang serius dalam melakukan perlindungan terhadap anak-anak, baik menyangkut kekerasan terhadap anak maupun tentang anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Akibatnya, anak-anak yang menjadi korban harus menyelesaikan persoalan sendiri tanpa kepedulian pihak pemerintah.
Penilaian itu dikemukakan Ketua Badan Pelaksana Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Tengah Tgk Usda el Ahmadi, didampingi Siti Aminah SH, Selasa (5/6) lalu, di Semarang. Pernyataan ini berkaitan dengan evaluasi kepedulian pemerintah terhadap hak anak dalam memperingati Hari Anak Internasional yang jatuh pada 1 Juni lalu
“LPA Jateng mendesak pemerintah segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Anak sehingga kasus-kasus yang menyangkut hak-hak anak dapat cepat tertangani dengan baik,” ujar Usda el Ahmadi.
Menurut dia, di Jawa Tengah sekarang masih terdapat 124 anak yang terpisah dari orang tuanya yang berasal dari daerah konflik, seperti Timor Timur, Aceh, Sampit, dan Sambas. Sudah 3.015 anak korban Sampit telah diberangkatkan ke Jawa Timur, dengan harapan kemungkinan mereka bisa bertemu dengan sanak saudaranya.

Masalah Hukum
Dijelaskan, pada periode Januari-Maret 2001 terdapat 67 anak yang terkait dengan masalah hukum. Kini anak-anak itu menjalani pemeriksaan akibat perkelahian (sebanyak sembilan anak), pencurian (28 anak), terlibat narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) serta psikotropika (sembilan anak), pelaku kekerasan seksual (16 anak), terlibat pembunuhan (satu anak), dan terlibat aksi pemerasan (dua anak).
Khusus tentang anak-anak yang menjadi korban seksual, antara lain tercatat, korban anak usia 11-15 tahun sebanyak 61 anak; usia 0-5 tahun sembilan anak; usia 5-10 tahun delapan anak; serta korban usia 16-18 tahun sebanyak 18 anak. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak-anak ini adalah tetangga (28 kasus), teman sendiri (12 kasus), orang tak dikenal (5 kasus), perzinahan dalam lingkungan keluarga atau incest (13 kasus), serta guru, dukun, dan majikan.
Pada periode yang sama, jumlah anak yang mendapatkan kekerasan fisik tercatat sebanyak 25 orang. Yang terkena penganiayaan 11 anak, korban pembunuhan 3 anak, dan dibunuh sewaktu lahir 11 anak (bayi)
“Relasi kekerasan fisik yang menimpa anak-anak itu kebanyakan dilakukan oleh ibu kandungnya, teman, dan orang yang belum dikenal. Ibu kandung yang melakukan kekerasan pada anak mencapai 52 persen dengan jumlah kasus 13 anak,” tambah Usda el Ahmadi.


















BAB V
PENUTUP

Dengan segala puja dan puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kasih, hanya oleh bimbingan serta campu tangan Tuhan, kami dapat menyelesaikan Makalah. Semua usaha, doa kami lakukan demi menyelesaikan Makalah ini. Meskipun kami telah berupaya secara maksimal namun menyadari akan segala keterbatasan kami dalam penyusunannya, banyak terdapat kekurangan. Tidak sedikit peran serta Dosen Etika Sosial di dalam membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini, sudah barang tentu kami berharap adanya kritik dari semua pihak yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini ada hal-hal yang sungguh tidak bisa diterima oleh para pembaca. Namun kami percaya ada setitik dari bagian ini yang bermanfaat bagi para pembaca. Kiranya Tuhan memberkati. Amin.
A.    Kesimpulan
Ham merupakan norma yang komplex dan berprioritas tinggi, telah ditetapkan secara lengkap akan mampu memberikan pedoman yang sangat tepat bagi prilaku manusia.
Dari uraian yang telah kita bahas pada bab pembahasan di depan, sebenarnya banyak yang dapat dicermati, bahwa tidak bisa dipungkiri ketika orang tua tidak lagi memperhatikan sang anak, dapat kita pastikan bahwa anak akan merasa terasingkan dan merasa dirinya tidak ada yang memperhatikan. Anak tetap membutuhkan figure/sosok orang tua yang mengayomi dan memberikan kasih sayang yang tulus. Kondisi anak tidak selamanya selalu salah. Demikian juga orang tua tidak harus selalu dalam posisi yang benar. Semua bisa saja melakukan kesalahan. Untuk itulah dengan melihat uraian kasus tersebut, diharapkan kita sebenarnya adalah sama, jangan sampai kasus yang telah ada terulang lagi. kekerasan bukanlah jalan yang baik dalam menyelesaikan masalah, namun komunikasilah semuanya akan terjawab.
B.     Saran-saran
Kasus tindakan terhadap kekerasan pada anak (chil abuse), pada realitanya banyak yang tidak terungkap. Beberapa penelitian mengungkapkan tentang tindakan kekerasan seksual (pemerkosaan) dilakukan oleh orang yang sudah dikenal. Artinya kekerasan cenderung dilakukan dilingkungan terdekat dari korban tersebut. seringkali itu menjadi alasan orang dewasa untuk menganiaya anak dan tetapi yang terbaik bagi anak tidak perlu dengan cara-cara kekerasan. Anak pada posisi ini lebih pada kondisi yang tidak mengerti cara-cara dengan nasehat dan memberi contoh yang baik mungkin akan bermanfaat dan menjadi cara yang terbaik dalam mendidik anak. Disamping itu penegakan perundang-undangan tentang anak masih sangat rendah dengan memandang masalah anak bukanlah masalah yang krusial. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kasus-kasus tindakan kekerasan terhadap anak seringkali hanya mendapat hukuman yang ringan atau bahkan dibebaskan. Ini membuktikan bahwa negara dalam hal ini masih melibatkan masalah anak sebagai masalah yang besar.
Peran negara yang seharusnya melindungi anak dari tindak kekerasan ternyata terbaikan. Paradigma baru harus disosialisasikan kepada para pejabat dan masyarakat luas, bahwa anak bukanlah mutlak milik orang tua dan anak adalah subyek yang memiliki jumlah hak yang harus dipenuhi. Stop kekerasan terhadap anak mulai sekarang. Tindakan kekerasan terhadap anak dengan alasan sebagai bentuk kasih sayang tidak dapat diterima, karena kekerasan apapun bentuknya dapat mengakibatkan korban baik fisik maupun mental. Yang terbaik bagi anak adalah memberikan hak anak untuk tumbuh kembang dan pemenuhan kebutuhannya secara wajar.
Hormatilah hak-hak anak sebagaimana mestinya, agar kelak mereka dapat  menjadi generasi penerus yang mempunyai kualitas dan pengetahuan luas dalam menghadapi zaman era globalisasi mendatang.


HARUSKAH KEKERASAN PERLU DILAKUKAN DALAM MENDIDIK ANAK







Disusun oleh:
Kelompok II
1.      Imade Agus Y.W.      2443005067
2.      Suliyanti                     2443005068
3.      Suci Tri  W.               2443005086
4.      Purwo Adi  S.            2443005087
5.      Vinsenssius Edwin    2443005088
6.      Ratih  W.                    2443005091
7.      Tarakanita                 2443005094
8.      Ahmad Satria  A.      2443005100
9.      Jesika Zefanya  F.     2443005101
10.  Hesty  P.                     2443005126
11.  Ipong Agil                  2443005130
12.  Linda Wulan S.         2443005131
13.  Khairun Nisa             2443005136
14.  Desy  N.                      2443005139



UNIVERSITAS KATOLIK
W I D Y A  M A N D A L A
SURABAYA
2005
KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera Dalam Tuhan
Atas kasih karunia dan dengan penyertaan-Nya pula sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan sebaik-baiknya yang kami beri judul : “HARUSKAH KEKERASAN PERLU DILAKUKAN DALAM MENDIDIK ANAK”
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini selain untuk menyelesaikan tugas makalah etika sosial juga untuk mendalami tentang hak asasi bagi anak dan erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari.
Terwujudnya penulisan makalah ini tidak dapat terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan oleh berbagai pihak untuk itu dengan kerendahan hati, perkenankan kami sampaikan penghargaan setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1.      Drs. Budi Haryono, SE.,SS., selaku dosen etika sosial Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
2.      Pengurus perpustakaan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
3.      Perpustakaan Sebaya PKBI Jatim
4.      Serta semua pihak yang telah banyak membantu baik secara material maupun spiritual
Atas penyusunan makalah ini pada dasarnya sangat berharap masukan, saran, kritik guna penyempurnaan dari penyusunan makalah ini.
Harapan kami, kiranya makalah ini akan sangat berguna bagi segenap pembaca dan pengamat. Kiranya Tuhan memberkati kami.

Surabaya,                        2005
Penulis



ii
 
 
DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I        PENDAHULUAN.............................................................................. 1

                   A. Latar Belakang................................................................................ 1

                   B. Maksud dan Tujuan........................................................................ 2

                   C. Batasan Masalah............................................................................. 2

BAB II       PERMASALAHAN  KEKERASAN PADA ANAK....................... 4

BAB III     JENIS DAN BENTUK CHILD ABUSE........................................... 7

BAB IV     KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP PERLINDUNGAN

                   HAK ANAK....................................................................................... 9

BAB V       PENUTUP........................................................................................... 11
                   A. Kesimpulan..................................................................................... 11
iii
 
                   B. Saran-saran...................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 13










DAFTAR PUSTAKA



BKKBN, Peran Orang Tua dalam Pembinaan Anak dan Remaja, Bahan Modul Tidak Diterbitkan, BKKBN.

Depdiknas, 2001, Kamus-Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Nichel, James W. 1987. Making Sense of Human Right, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.

Nugroho, Priyono, dkk. 2002, Sayang, Penerbit Lembaga Perlindungan Anak.

Sumber Lain :
-          www.lembaga perlindungan anak.com.
-          Sinar Harapan. Sabtu, 25 Jan 2003 HARIAN UMUM. Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar